Wednesday 31 May 2017

HUBUNGAN ANTARA UMUR SAAT PENSIUN DAN RATA-RATA UMUR SAAT MENINGGAL



Tulisan ini diringkas dari makalah _'Optimum Strategies for Creativity &  Longevity'_  by Sing Lin Ph.D of National Taiwan University

Ini adalah hasil penelitian yang dilakukan di Boeing Aerospace.

Umur saat     Rata-rata umur
Pensiun         saat meninggal
49.9                      86
51.2                      85.3
52.5                      84.6
53.8                      83.9
55.1                      83.2
56.4                      82.5
57.2                      81.4
58.3                      80
59.2                      78.5
60.1                      76.8
61                         74.5
62.1                      71.8
63.1                      69.3
64 1                      67.9
65.2                      66.8

Semakin dini seorang karyawan  pensiun semakin mereka berumur panjang tetapi sebaliknya, semakin panjang umur pensiun semakin cepat kematian itu datang.

Hal ini disebabkan mereka yang pensiun lebih dini punya kesempatan lebih banyak untuk memanfaatkan hari tuanya. Syarat utama agar kita hidup lebih panjang sesudah pensiun adalah kita harus bisa tetap berpenghasilan tetapi dilakukan dengan senang hati tanpa beban tekanan yang besar.

Saat kita pensiun pada umur 50thn, kita punya banyak kesempatan utk berwiraswasta dan  menikmati hidup hari tua. Lebih punya banyak kesempatan untuk berteman dengan handai taulan dan  keluarga.  Lebih banyak kesempatan untuk hidup sosial, lebih banyak kesempatan untuk berolah raga.

Tetapi saat kita pensiun pada umur 70thn setelah seluruh tenaga dan  pikiran dicurahkan pada pekerjaan,  saat pensiun kita sudah tidak punya kesempatan lagi untuk mencari uang sesudah pensiun untuk melanjutkan kreativitas untuk kehidupannya lebih lanjut.

Variabel dana pensiun tidak dimasukkan dalam penelitian ini.  Dana pensiun yang cukup yang kita terima atau hidup dari sumbangan anak akan sangat membantu berumur lebih panjang selama kita dapat menikmati hari tua seperti bermain dengan cucu,  berwisata,  berolah raga,  tetap berkumpul dengan saudara dan  teman.



Thursday 25 May 2017

SANDWICH GENERATION



SANDWICH GENERATION
Sebuah Catatan

Sandwich Generation adalah sebutan bagi generasi berusia 30 s.d. 40 tahunan yang sudah menikah dan punya anak yang masih butuh biaya hidup dan pendidikan. Namun pada saat yang bersamaan, mereka juga harus membiayai orang tuanya yang sudah sepuh dan tak lagi punya penghasilan.

Disebut Sandwich Generation karena mereka seolah memiliki beban ganda: di bawah harus membiayai anak-anaknya sendiri; di atas juga harus menanggung biaya orang tua atau adik-adiknya, lantaran orang tuanya tak lagi punya penghasilan (akibat perencanaan pensiun yang buruk).

Sandwich Generation merebak karena mayoritas orang tua di Indonesia gagal menyusun proses perencanaan pensiun yang baik.

So what?

Sandwhich Generation tidak hanya terjadi di Indonesia. Fenonema ini amat banyak terjadi di berbagai negara di dunia.

Saya tak tahu apakah Anda, saudara atau keluarga di sekitar Anda, punya tantangan yang sama dengan Sandwhich Generation itu atau tidak.

Membantu memberikan nafkah pada orang tua, atau adik-adik yang masih membutuhkan biaya pendidikan tentu merupakan sebuah kemuliaan. Anda akan dicap durhaka jika mengelak dari tanggung jawab itu.

Namun proses itu mungkin memberikan beban yang cukup berat terutama jika keluarga muda tadi penghasilannya juga relatif terbatas; dan masih butuh biaya banyak untuk menghidup istri dan anak-anaknya.

Kenapa banyak terjadi fenomena Sandwhich Generation? Ya itu tadi. Karena mayoritas orang tua di Indonesia tidak punya perencanaan pensiun yang baik.

Seperti yang pernah saya tulis, 90% karyawan Indonesia tidak siap menghadapi pensiun secara finansial.

Perhitungan konservatif menunjukkan, sepasang orang tua mungkin butuh minimal 10 juta per bulan untuk sekedar hidup di kota besar. 5 juta per bulan kalau di kota kecil.

Artinya, setelah pensiun di usia 56, para orang tua itu harus sanggup menghasilkan Rp 10 juta/bulan.

Sayangnya, dulu saat masih muda banyak yang tidak memikirkannya. Mengalir saja hidupnya.

Nah pas saat benar-benar pensiun, mereka tiba-tiba bingung darimana bisa mendapat uang Rp 10 juta/bulan secara rutin padahal sudah pensiun. Dan ini harus dilakukan hingga usia 70an tahun (usia rata-rata hidup orang Indonesia).

Akibatnya, banyak yang kemudian menggantungkan hidup dari setoran bulanan anak-anaknya.

Fenomena itu saya duga cukup banyak terjadi di Indonesia. Sebab memang sebuah survei pernah menemukan fakta kelam: mayoritas orang Indonesia itu buruk dalam melakukan perencanaan jangka panjang hidupnya.

Saat muda tidak pernah cermat melakukan perencanaan jangka panjang. Walhasil saat tua dan sudah pensiun cenderung bergantung pada dukungan finansial anak-anaknya. Lahirlah Sandwich Generation.

Harapannya, Anda tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Anda yang berusia 30 – 40 tahun dan sekarang berperan sebagai orang tua harus berusaha agar kelak tidak menciptakan Sandwich Generation pada anak-anak Anda yang masih belia.

Caranya bagaimana?

Anda harus berpikir keras sejak sekarang bagaimana agar kelak ketika Anda sudah pensiun dan tidak lagi kerja, tetap bisa menghasilkan income minimal Rp 10 juta/bulan (syukur lebih).

Soal risiko ini penting. Banyak pensiunan baru yang terjebak investasi bodong. Ratusan bahkan ribuan kasus terjadi dimana uang pensiun yang baru didapat malah hilang karena ikut program investasi abal-abal.

Itu kembali soal perencanaan jangka panjang. Karena tergiur janji hasil investasi instan yang menggiurkan, langsung setor uang ratusan juta hasil pensiun. Banyak orang tua yang ternyata mudah tergoda hasil instan juga. Sad but true.

Sandwich Generation adalah kondisi yang sejatinya kurang ideal dilihat dari perspektif pengelolaan keuangan. Sandwich Generation lahir karena kegagalan dalam merencanakan kehidupan masa tua setelah pensiun.

Agar kelak Anda tidak melahirkan Sandwich Generation pada anak-anak Anda, maka sekarang renungkan: apa yang akan Anda lakukan sehingga kelak setelah pensiun bisa tetap dapat uang bulanan minimal Rp 10 juta atau bahkan 20 juta per bulan.

Pikirkan dan lakukan action sekarang. Menunda-nunda hanya akan membuat penyesalan panjang di masa depan.

Diambil dari:
*_Optimum Strategies for Creativity &  Longevity_*

Monday 15 May 2017

JOHN CARMODY - SEBUAH KISAH NYATA



Teks ini merupakan kutipan dari Audiobook "Keputusan Kecil untuk SUKSES" dari RCA.ELC. H. Hendri Rikianto. Semoga berguna untuk para pebisnis di mana pun mereka berada.

Semuanya itu disadari John pada saat dia termenung seorang diri, menatap kosong keluar jendela rumahnya. Dengan susah payah ia mencoba untuk memikirkan mengenai pekerjaannya yang menumpuk. Semuanya sia-sia belaka.

Yang ada dalam pikirannya hanyalah perkataan anaknya Magy disuatu sore sekitar tiga minggu yang lalu. Malam itu, tiga minggu yang lalu John membawa pekerjaannya pulang. Ada rapat umum yang sangat penting besok pagi dengan para pemegang saham.

Pada saat John memeriksa pekerjaannya, Magy putrinya yang baru berusia 2 tahun datang menghampiri, sambil membawa buku ceritanya yang masih baru. Buku baru bersampul hijau dengan gambar peri.

Dia berkata dengan suara manjanya, "Papa lihat!"

John menengok kearahnya dan berkata, " Wah, buku baru ya?"

"Ya Papa!" katanya berseri-seri, "Bacain dong!"

"Wah, Ayah sedang sibuk sekali, jangan sekarang deh", kata John dengan cepat sambil mengalihkan perhatiannya pada tumpukan kertas didepan hidungnya. Magy hanya berdiri terpaku disamping John sambil memperhatikan.

Lalu dengan suaranya yang lembut dan sedikit dibuat-buat mulai merayu kembali : "Tapi mama bilang Papa akan membacakannya untuk Magy".

Dengan persaan agak kesal John menjawab: "Magy dengar, Papa sangat sibuk. Minta saja Mama untuk membacakannya."

"Tapi Mama lebih sibuk daripada Papa," katanya sendu. "Lihat Papa, gambarnya bagus dan lucu."

Lain kali Magy, sana! Papa sedang banyak kerjaan."

John berusaha untuk tidak memperhatikan Magy lagi. Waktu berlalu, Magy masih berdiri kaku disebelah Ayahnya sambil memegang erat bukunya. Lama sekali John mengacuhkan anaknya.

Tiba-tiba Magy mulai lagi: "Tapi Papa, gambarnya bagus sekali dan ceritanya pasti bagus! Papa pasti akan suka."

"Magy, sekali lagi Ayah bilang: Lain kali !" dengan agak keras John membentak anaknya.

Hampir menangis Magy mulai menjauh, "Iya deh, lain kali ya Papa, lain kali."

Tapi Magy kemudian mendekati Ayahnya sambil menyentuh lembut tangannya, menaruh bukunya dipangkuan sang Ayah sambil berkata: "Kapan saja Papa ada waktu ya, Papa tidak usah baca untuk Magy, baca saja untuk Papa. Tapi kalau Papa bisa, bacanya yang keras ya, supaya Magy juga bisa ikut dengar."

John hanya diam.

Kejadian tiga minggu yang lalu itulah sekarang yang ada dalam pikiran John. John teringat akan Magy yang dengan penuh pengertian mengalah. Magy yang baru berusia 2 tahun meletakan tangannya yang mungil di atas tangannya yang kasar mengatakan: "Tapi kalau bisa bacanya yang keras ya Pa, supaya Magy bisa ikut dengar."

Dan karena itulah John mulai membuka buku cerita yang diambilnya dari tumpukan mainan Magy di pojok ruangan. Bukunya sudah tidak terlalu baru, sampulnya sudah mulai usang dan koyak. John mulai membuka halaman pertama dan dengan suara parau mulai membacanya.

John sudah melupakan pekerjaannya yang dulunya amat sangat penting. Ia bahkan lupa akan kemarahan dan kebenciannya terhadap pemuda mabuk yang dengan kencangnya menghantam tubuh anak gadisnya di jalan depan rumah. John terus membaca halaman demi halaman sekeras mungkin, cukup keras bagi Magy untuk dapat mendengar dari tempat peristirahatannya yang terakhir.

#Bisnis ini, sangat berharga.. kami tidak tau kapan anda membutuhkannya.. namun bagi kami bisnis ini sangatlah berharga, bagi kami.. anak-anak kami.. dan keluarga..
#jadilah hero, untuk anak-anak kita..
#jadilah hero, untuk keluarga..